Kejari Usut Pelindo

Kejari Usut Pelindo

\"Ujang BENGKULU, BE - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu tak hanya menelisik kasus di lingkungan pemerintah daerah (Pemda) semata, tapi juga menyasar ke perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terbaru, PT Pelindo II Cabang Bengkulu yang kini tengah didalami penyelidikannya. Kejaksaan menduga ada tindak pidana korupsi melalui pungutan PT Pelindo II terhadap sejumlah perusahaan batu bara di Bengkulu yang mencapai miliaran rupiah. Pungutan yang dilakukan sejak tahun 2011 lalu dengan alasan sebagai biaya operasi untuk menjamin pemeliharaan kedalaman alur di Pulai Baai. \"Saat ini kita masih dalam tahap penyelidikan, kita masih mencari peristiwa, ada atau tidaknya tindak pidana korupsi,\" jelas Kajari Bengkulu, Wito SH MHum, melalui Kasi Pidsus Ujang Suryana SH, kemarin (3/9). Sesuai dengan aturannya dalam melakukan pengerukan, terang Ujang, setiap kapal yang melintas tidak dikenakan biaya apapun. Sebab dalam melakukan pemeliharaan pemerintah sudah menyiapkan anggaran yang disalurkan melalui anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) dan anggaran pendapatan belanja nasional (APBN). Demi mendalami pungutan tersebut, Kejari pun telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi baik dari Pelindo maupun instansi yang terkait.  \"Kita sudah melakukan pemanggilan kepada beberapa pihak terkait, mudah-mudahan segara kita simpulkan ada atau tidak tindak pidana yang dilakukan,\" tutupnya. Sementara itu hingga kemarin malam General Manager PT Pelindo II Cabang Bengkulu Nurhikmat tidak bisa dihubungi. Begitu juga Manajer Usaha Terminal Sabar Haryono dan juru bicara PT Pelindo Mattasar sehingga konfirmasi terkait penyelidikan tersebut belum bisa didapatkan. Seperti yang pernah dirilis BE medio Maret silam, Pelindo II Cabang Bengkulu mendapatkan kontribusi pemuatan batu bara yang terbilang besar dari pengusaha batu bara. Pasalnya, Pelindo membebankan pungutan alur kepada pengusaha yang memuat batu bara di pelabuhan. Pungutan itu diberikan sebagai bantuan menyelesaikan pendangkalan alur. Dengan begitu kapal-kapal berbobot besar bisa mengangkut secara maksimal muatannya dan tak perlu lagi melakukan transhipment di sekitar perairan Pulau Tikus. Diketahui pula kesepakatan pungutan alur tersebut terjadi pada 18 April 2011 silam antara Dirut PT Pelindo RJ Lino dan 14 perusahaan batu bara yang diwadahi Asosiasi Pertambangan Batubara Bengkulu. Dalam kesepakatan itu, perusahaan batu bara yang melakukan aktivitas pemuatan batu bara di dermaga dibebankan pungutan alur sebesar 5,5 dollar AS per tonnya jika menggunakan kapal jenis mother vessel. Sedangkan yang menggunakan tongkang 1,5 dollar AS. Jumlah itu belum termasuk pajak-pajak yang berlaku. Bila merujuk volume ekspor batu bara melalui Pelabuhan Pulau Baai berdasarkan data resmi Bank Indonesia yang diperoleh Bengkulu Ekspress, tahun 2013 tercatat ada 3.359.236 ton. Melihat realitas di lapangan kemampuan kapal dengan kapasitas muatan 50 ribu ton yang hanya bisa diisi rata-rata 30 ribu di dalam pelabuhan, dan sisanya 20 ribu ton diangkut melalui tongkang untuk transhipment. Maka dari data Bank Indonesia tersebut diperkirakan ada 60 persen atau sekitar 2.015.541 ton volume batu bara tersebut dimuat di dalam pelabuhan, selebihnya 40 persen atau sekitar 1.343.695 ton transhipment dengan diangkut melalui tongkang. Dari angka tersebut jika diasumsikan nilai tukar rupiah rata-rata per dolar AS mencapai Rp 10 ribu, maka pungutan yang dibebankan di dalam pelabuhan mencapai Rp 110.854.755.000, sedangkan pungutan tongkang transhipment mencapai Rp 20.155.425.000. Dengan begitu diprediksi selama kurun waktu 2013 saja, pungutan alur yang dibebankan kepada pengusaha batu bara mencapai Rp 131.010.180.000. Direktur Eksekutif APBB Bengkulu, Syafran Junaidi tak menampik jumlah akumulasi pungutan biaya alur per tahunnya bisa mencapai angka tersebut. Biaya pemuatan di dermaga sebesar 5,5 dollar AS per ton dan tongkang 1,5 dollar per AS itu juga masih diberlakukan Pelindo sampai saat ini. \"Hingga saat ini kita masih membayar sebesar itu (US$ 5,5 per ton dan US$ 1,5 perton),\" tutur mantan Plt Sekkot Bengkulu ini. Pengusaha batu bara, terang dia, merasa Pelindo tidak menjalankan kesepakatan. Sebab, para pengusaha menyanggupi pungutan tersebut dengan jaminan Pelindo jika kapal besar bisa masuk dan memuat batu bara di dalam pelabuhan dengan muatan sebanyak 50-60 ribu ton. Dengan begitu, kapal-kapal tak perlu lagi melakukan transhipment. Kenyataannya, kapal batu bara hanya bisa dimuat maksimal 35 ribu ton. Lebih dari itu tidak ada yang berani menjamin keselamatan. \"Para pengusaha bersepakat dengan pungutan itu, karena Pelindo akan mengeruk pelabuhan hingga kapal besar bisa mengangkut maksimal muatan. Jadi kompensasi atas pengerukan yang dilakukan Pelindo. Tapi kami merasa Pelindo tidak komitmen dengan janjinya,\" ucapnya. Dengan sikap Pelindo yang tidak sesuai kesepakatan, tambah Syafran, pengusaha batu bara meminta perjanjian itu direvisi dengan menurunkan biaya alur menjadi 3 dollar AS untuk pemuatan di dalam pelabuhan. Sebab, apa yang dijanjikan dengan dermaga yang mampu menampung kapal bermuatan 50-60 ribu tidak kunjung direalisasikan. Akibatnya, pengusaha batu bara mengeluarkan biaya yang lebih mahal. Ironisnya, Pelindo justru menjawab permintaan pengusaha batu bara tersebut dengan menurunkan biaya pemuatan dengan kapal mother vessel hanya 1,4 dollar AS atau menjadi 4,1 dollar AS per tonnya.\"Kita pernah menawar untuk turun menjadi US$ 3 per ton, namun Pelindo menurunkan menjadi US$ 4,1 per ton. Karena belum ada titik temu maka masih menggunakan tarif lama,\" jelas Safran. Sementara itu Manager Tehnik Pelindo II Bengkulu, Apriyanto saat dihubungi via telepon menjelaskan bahwa biaya alur tersebut memang digunakan Pelindo untuk melakukan perawatan dermaga. Perawatan yang dimaksud adalah dengan terus melakukan pengerukan pasir yang masuk ke pelabuhan. Dalam setahunnya Pelindo melakukan 2 kali pengerukan dengan volume pasir yang berhasil dikeruk sebesar 600 ribu m3. Namun biaya yang mereka gunakan tersebut jauh lebih kecil dari yang dibayarkan pelindo yaitu hanya sekitar Rp 30 sampai Rp 60 miliar per tahun. \"Untuk perawatan memang terus kita lakukan dengan terus melakukan pengerukan. Dalam satu tahun kita melakukan 2 kali pengerukan. Besaran biaya yang kita gunakan sekitar Rp 30 sampai 40 miliar. Dana tersebut berasal dari investasi perusahaan dan biaya alur yang dibayarkan pengusaha batu bara. Bukan dari APBN,\" jelas Apriyanto.(135)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: